Belakangan ini, aku mendengar kabar tentang seorang
teman lama. Kabar kalau dia akan mengundurkan diri dari pekerjaannya.
Ingatanku mundur ke masa lampau. Kami dulu akrab, saling berbagi cerita
tentang kebaikan Tuhan bersama. Namun, karena dia tak kuat menghadapi
pencobaan hidup, dia kembali ke kehidupannya yang lama. Dia menjadi people pleaser. Hubunganku dengan dia juga menjauh. Dia mengingkari Tuhan, untuk mendapatkan perhatian istimewa dari lingkungannya.
Aku
heran, dengan segala perlakuan istimewa seperti itu, kenapa dia mau
mundur? Dari cerita seorang teman lain, rupanya teman lamaku ini pada
posisi stagnan.
Miris juga. Semula aku berpikir, dia begitu banyak mendapat perlakuan istimewa, pasti enak banget. Tapi ternyata stagnan.
Sementara
aku, kebalikannya. Rasa-rasanya, aku selalu menghadapi yang tidak enak,
tempat yang tidak enak, situasi yang tidak enak. Aku bahkan nyaris
menyerah menghadapi tantangan ini. Bahkan sudah membuat ancang-ancang
pindah ke tempat lain. Ke kota lain. Tapi Tuhan berkehendak lain, meski kelihatannya
tempat itu menawarkan segala sesuatu yang lebih baik.
Tuhan
menghendaki aku tetap berada di tempat sekarang. Menghadapi Goliat-ku. Yang kelihatan melalui kacamata pribadiku tidak bisa ditaklukan.
Saat
itulah Tuhan bicara, ”Kamu lihat, dia memilih kenyamanan, dan dia nggak
bergerak ke mana-mana. Stagnan. Aku sengaja menaruhmu ke dalam situasi
yang serba nggak enak—semuanya untuk membentuk kamu. Sekarang
lihatlah, kamu memang mulai belajar dari nol lagi. Segala sesuatunya
seperti terlihat terbalik. Posisimu sepertinya di bawah. Ada
'pelajaran-pelajaran' yang tengah Kuberikan kepadaMu. Ingatlah, berlian
tercipta karena dia disesah dan dikikir. Itu sakit. Tapi percayalah,
segala sesuatunya mendatangkan kebaikan buatmu, selama kamu taat dan
memberi respon yang benar.”
Galatia
6: 9 Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang
waktunya, kita akan menuai jika kita tidak menjadi lemah.
Gal
6: 9 (Versi AMP): And let us not lose heart and grow weary
and faint in acting nobly and doing right, for in due time and at the
appointed season we shall reap, if we do not loosen and relax our
courage and faint.
Aku
nggak bisa menahan butiran-butiran airmata jatuh dari pelupuk mataku,
ketika aku membaca ayat ini. Aku merasa Dia menguatkan aku.
Dan
ini catatannya Joyce Meyer, salah seorang Preacher yang sangat diberkati Tuhan, mengenai ayat itu: He takes time to do
right; He lays a solid foundation before He attempts to build a
building. We are God’s building under construction. He is master
Builder, and He knows what He is doing, but He does, and that will have
to be good enough.
Yes, I am God’s building under construction.
Tuhan sedang membuat konstruksi bangunan karakterku: pengampunan, kerendahan hati, dan menguatkan otot-otot imanku.
“Suatu
ketika, beberapa tahun datang dari sekarang, kamu akan menoleh ke
belakang, mengingat peristiwa-peristiwa ini, dan melihat betapa setianya
Aku menyertai kamu,” bisikNya lembut.
0 komentar:
Posting Komentar